Minggu, 26 Oktober 2008

SURGA KECIL ITU BERNAMA KELUARGA


SURGA KECIL ITU BERNAMA KELUARGA

Sore itu semburat cahaya jingga belum hendak beranjak, saat langkah kaki menapaki teras rumah. Perlahan membuka pintu yang belum terkunci, berharap orang-orang terkasih di dalam tak terganggu oleh suara butut ‘kijang’ yang sekian lama menemani aktifitas saya. Ternyata kehadiran saya, senantiasa ditunggu oleh Trinil istri tercinta, Naufal, Ghifar, Fayza dan si kecil Aura yang rela berdiam diri di rumah untuk sekedar mendaratkan ciuman hangat mereka. Satu persatu 2 jagoan kecil itu menubruk tubuh lelahku.
Saya terbaring di tempat tidur, dan serta merta anak-anak menyerbu kaki saya untuk melepaskan kaus kaki. Lalu tangan-tangan kecil itu memijat kaki saya, “ Capek Yah?”. Sesaat kemudian tangan mungil mereka beralih ke kening, “ Pusing Yah?”. Memang sih tidak seperti pijatan seorang tukang pijat, tapi sentuhan tangan-tangan malaikat mereka, jauh lebih menentramkan, membasuh peluh, menghalau penat dan mampu membuang lelah.
Giliran istri tercantik datang dengan teh hangatnya, satu kecupan penuh cinta mampir sejenak di keningku, sambil menggendong Aura. Sambutan yang tak pernah absen dilakukannya semenjak hari pertama pernikahan kami. Sambil menunggu air mendidih untuk teman mandi, terucap kalimat yang teramat sering saya dengar, “ Bagaimana hari ini Honey ? Ada Masalah? Berbagilah….” Sesaat kemudian hati, mata, dan kedua telinganya terbuka luas untuk menampung semua keluh sepanjang hari.
Makanan tersaji, anak-anak ikut mengitari hidangan lesehan khas keluarga kami (maklum, emang belum ada meja makan). Sesekali tangan mungil si Opal (panggilan kesayangan saya untuk Naufal) menyeruput teh hangat saya, sementara Boss Geng (julukan untuk Ghifar karena keberaniannya yang luar biasa) ikut merebut nasi saya, dan si Yza hanya terbengong melihat tingkah polah kakak-kakak tersayangnya. Aura hanya tersenyum tanpa makna. Sebenarnya mereka hanya ingin satu kalimat dari saya, “Ya, kita nanti ke alun-alun, naik kuda dan pulangnya beli mobil-mobilan di ‘serba 5000’ setelah Ayah tutup praktek”. Maka bubarlah mereka dan kembali sibuk dengan Lap Top nya (baru aja saya beliin mainan seperti lap top yang edukatif banget).
Adalah suatu kenikmatan tersendiri mendengar suara-suara lucu mereka berteriak mengamini bacaan Al Fatihah saat sholat berjamaah. Biasanya mereka mengikuti bacaan Fatihah maupun surat pendek yang saya baca, lumayan membuat saya terhibur dan tenang berharap mereka lebih menyukai lantunan itu daripada SamSonS yang setiap saat mengalun dari bilik tape tetangga.
Beruntung, langit cerah sekali malam itu sehingga kami berempat bisa bersiap-siap pake Supra X yang masih ngendon di garasi. Ucapan “Assalamu’alaikum” dari 2 jagoan neon dibalas “Wa’alaikum salam” istri tercinta mengiringi keberangkatan kami ke pusat kota Sidoarjo itu. Setelah usai ‘melaksanakan’ permintaan mereka, kitapun beranjak pulang, sementara sang rembulan malu-malu mengikuti langkah kami menuju rumah.
Malam telah larut, saatnya menemani 2 pangeran kecil dan seorang permaisuri itu beristirahat, sementara istri terkasih disibukkan dengan ASI untuk bidadari mungil kami. Biasanya, takkan terpejam mata mereka sebelum dua atau tiga dongeng (yang seringkali saya karang sendiri) saya hantarkan sebagai pengiring tidur keduanya. Akhirnya merekapun pulas dengan wajah penuh senyum.
Selanjutnya, adalah waktu bagi sepasang suami istri untuk berbagi kasih, sayang, cinta, duka, dan gembira. Bercerita apapun sepanjang malam, hingga terangkat semua beban hari ini, hingga terobati semua luka, hingga tersingkirkan kerikil penghambat, hingga kita tahu apa yang menjadi kekurangan kita, hingga kitapun tertidur menapaki malam.
Di penghujung malam, saya sempatkan bangun sejenak untuk wadul pada Illahi Robbi dan berharap Dia menjaga keempat buah hati yang sehari-harinya intensitas pertemuannya dengan saya amat sedikit.
Pagi belum beranjak, ayam jantanpun belum lama berkokok. Kecupan hangat dan seuntai doa mengiringi langkah keluar rumah, setelah sekitar sejam ‘buka warung’ (istilah di kalangan dokter untuk praktek) pagi. Sejuta harap dari dua pangeran kecil serta 2 bidadari mungil agar kembali dengan selamat berjinjing oleh-oleh makanan kecil atau buah kesukaan mereka.
Hidup pun terus berputar. Detik, menit, jam, pagi, siang, sore, malam, terus berputar. Tapi nikmatnya hidup dalam sebuah surga kecil mengalahkan penatnya kehidupan. Baiti Jannati, inilah Surga Kecil bernama keluarga. Di dunia ini, adakah yang lebih indah darinya ?

Tidak ada komentar: