Kamis, 23 Oktober 2008

BERSATU KITA UNTUNG, SENDIRIAN KITA BUNTUNG

“ BERJAMAAH KITA UNTUNG, SENDIRIAN KITA BUNTUNG “

Suatu ketika Ketua MKKM PWM Jawa Timur disambati, “ Saya iri dengan RS Muhammadiyah lain yang sudah besar. Mereka bisa mendapatkan diskon obat yang besar dari perusahaan farmasi karena omset mereka yang tinggi. Sementara saya…diskon sak welase aja”
kata salah seorang Direktur RS Muhammadiyah yang tergolong kecil. Kenapa? Jawabannya jelas, karena omset rumah sakit tersebut kecil. Bagi dunia perdagangan, omset berbanding lurus dengan diskon. Kacian deh lu para Direktur rumah sakit kecil.
Untuk rumah sakit dibawah naungan organisasi sebesar Muhammadiyah, kejadian diatas tidak perlu terjadi. Tapi kenyataan di lapangan menunjukkan ambivalensi tersebut, padahal di Jawa Timur kita punya 28 rumah sakit dan 68 balai pengobatan. Artinya, dari 37 kota dan kabupaten yang ada di Jawa Timur, hampir bisa dipastikan ada amal usaha Kesehatan Muhammadiyah (AUM Kes). Apabila kita berbicara tentang kekuatan dakwah ekonomi di bidang kesehatan, sesungguhnya Muhammadiyah Jatim menang jauh dari bisnis makanan cepat saji Mc Donalds sekalipun. Lalu…kenapa masih kalah jauh? Karena kita (rumah sakit) masih belum berjamaah. Kita masih ribut dengan diri sendiri, ribut nego sendiri, ribut ngorder sendiri, ribut ngomset sendiri. Wis, pokoke ribut karepe dewe.
Pernahkah terlintas di benak kita, berapa omset obat-obatan perbulan 28 rumah sakit dan 68 balai pengobatan itu? Sungguh fantastis….sekitar 10 milyar.
Sebagai organisasi yang bergerak dibidang multi usaha pelayanan atau padat usaha , rumah sakit membutuhkan banyak modal, banyak tenaga /profesi, padat sarana dan teknologi, sebagai sumber daya. Sehingga kemungkinan juga terkandung padat masalah yang berhubungan dengan keterbatasan sumber daya tersebut, sementara di sisi lain Rumah Sakit Muhammadiyah dituntut tetap berperan sebagai sarana dakwah persyarikatan.
Ada hal yang kontradiktif di Rumah Sakit Muhammadiyah, sebenarnya kita punya kekuatan besar untuk bernegosiasi dengan pihak manapun, tapi seringkali kita kalah telak. Kita ahli dalam sholat berjamaah tetapi belum ahli berjamaah dalam bidang amal sholeh seperti pengelolaan rumah sakit. Kita masih kalah jauh dibandingkan dengan rumah sakit yang dikelola oleh ghoiru Islam.
Memperhatikan Keputusan Presiden nomor 38 /1991, pemerintah menetapkan kebijakan rumah sakit swadana. Kebijakan ini yang mendorong adanya korporasi rumah sakit pemerintah. Apabila secara umum ada gejala korporasi di Rumah Sakit pemerintah, di rumah sakit Muhammadiyah Jawa Timur korporasi masih terbatas pada nama rumah sakit. Masih belum masuk lebih jauh pada pelayanan, apalagi pengadaan barang dan alat kesehatan serta alat-alat elektromedis. Untuk pengadaan tersebut masih nafsi-nafsi dan belum terkelola dalam satu koorporasi yang kuat : Rumah Sakit Muhammadiyah Jawa Timur.
Jumlah Rumah Sakit Muhammadiyah di Jawa Timur cukup banyak tetapi tidak mempunyai bargaining yang bagus apabila berhadapan dengan pabrikan. Akibatnya Rumah sakit Muhammadiyah tidak mampu memanfaatkan kelebihan tersebut untuk dirubah menjadi nilai ekonomi. Bertahun tahun rumah sakit Muhammadiyah dalam pengadaan barang obat dan peralatan medis mendapat harga umum, padahal ada peluang besar untuk mendapat harga khusus atau diskon. Oleh karena harga khusus tersebut sudah dikeluarkan sebagai biaya oleh perusahaan akhirnya dinikmati oleh oknum tertentu tetapi tidak dimiliki oleh rumah sakit.
Ironis memang, tetapi itulah kenyataan yang terjadi di Rumah Sakit Muhammadiyah. Keadaan itu tidak bisa dibiarkan berlarut-larut sehingga melahirkan kelas sosial baru dalam perumah-sakitan Muhammadiyah. Kelas dimana perumah-sakitan Muhammadiyah keluar dari koridor rumah sakit dakwah. Ada rumah sakit gemuk, kurus atau rumah sakit yang ingin berkembang sediri tanpa meperdulikan kerjasama dengan rumah sakit Muhammadiyah yang lain. Maka semangat Al Qur’an surat Ali Imran ayat 104 perlu dibangkitkan dan ditumbuh suburkan dalam kendaraan dakwah Rumah Sakit Muhammadiyah, khususnya di Jawa Timur.
Sesuatu yang berat akan dirasa ringan manakala dapat diselesaikan dengan cara jamaah atau berkorporasi seluruh amal usaha bidang kesehatan Muhammadiyah Jawa Timur. Pengadaan obat mahal, pengadaan alat kesehatan mahal, pengadaan alat-alat elektromedis mahal dan sulit itu karena masing-masing rumah sakit mengadakan pengadaan sendiri-sendiri.
Hendaknya falsafah sholat jama’ah menginspirasi kita untuk membagun jamaah pengelolaan rumah sakit Muhammadiyah di jawa Timur dalam wujud riil. Dengan memperhatikan nilai diberikan Rasulullah bahwa imam sebelum mengangkat takbir di sunahkan menata jamaah, meluruskan barisan, merapatkan barisan antar jamaah, memperhatikan jamaah, dan menegaskan bahwa rapat (jangan ada celah) dan lurus itu adalah keutamaan berjamaah. Dan karena berada dalam satu jejaring itu ada pemimpin atau imam yang memperhatikan kebutuhan jamaahnya, meluruskan dan merapatkan komitmen internal jejaring dan atau visi dan misi rumah sakit sebagai alat dakwah Muhammadiyah. Celah-celah diartikan sebagai kelemahan jamaah dapat ditutup oleh imam dengan merapatkan barisan dalam jamaah runah sakit persyarikatan Muhammadiyah.
Sebab hanya dengan berjamaah atau berkorporasi antar Rumah Sakit Muhammadiyah se Jawa Timur mampu meningkatkan perolehan diskon, meningkatnya derajat rumah sakit dimata principle, terciptanya sinergi building antara rumah sakit yang mapan dengan rumah sakit menuju mapan, yang besar membatu yang kecil. Semua itu tidak akan terwujud tanpa adanya wadah yang profesional, akuntabel dan maka dipilihlah badan hukum koperasi sebagai wadahnya.
Koperasi lebih mementingkan manfaat anggotanya, keputusan tertinggi bukan berada pada tangan pengurus, tetapi pada rapat anggota. Pemilik koperasi bukan pada komisaris tetapi pada tangan anggota. Falsafah koperasi dari anggota untuk anggota. Tujuan utama koperasi adalah kesejahteraan anggota. Maka tidak bisa tidak, pembentukan Koperasi Surya Medika Timur harus dioptimalkan. Domba yang dimakan srigala adalah domba yang keluar dari jamaahnya.
” Setelah ikut Koperasi SMT, diskon yang kami terima jauh lebih besar ” kata salah seorang Direktur RS muhammadiyah di Kota Reog. Selain itu dengan berjamaah, keuntungan tidak semata-mata diskon tetapi persaudaraan antar rumah sakit jadi lebih akrab. Dengan akrab tersebut kita dapat sharing segala usuran perumah-sakitan.
Dan atas ijin Allah SWT, Koperasi SMT Jatim membatu kekurangan dokter spesialis RS Muhammadiyah Jawa Timur dengan program Pendidikan Dokter Spesialis. Sebagaimana visi dan misinya, kedepan mudah mudahan mampu membuat merk obat, cairan dan Alkes (alat kesehatan) dengan logo Muhammadiyah. Dengan performence bagus dan dukungan persyarikatan, akan dikembangkan bidang lainya seperti delivery obat dan alkes dan dimungkinkan membuat pabrik obat Muhammadiyah.
Tapi apa yang terjadi selama ini? Ada beberapa kendala yang menyebabkan kondisi ideal tersebut belum tercapai, yaitu masih adanya (atau malah bisa disebut banyak) rumah sakit yang belum bergabung, padahal SMT adalah amanat dari Rakerwil MKKM PWM Jawa Timur. Artinya masih ada rumah sakit yang belum memiliki komitmen itu. Belum lagi, ada yang sudah bergabung tapi masih belum memanfaatkan keberjamaahan dengan tetap bertahan melakukan negosiasi sendiri, padahal diskon yang didapat lebih kecil. Ada apa ini? Komitmen dari rumah sakit untuk selalu berjamaah dalam berbagai aspek, tampaknya menjadi harga mati. Berjamaah kita untung, sendirian kita buntung.

Tidak ada komentar: