Jumat, 07 November 2008

AYAH


AYAH

Yah,…
9 bulan sudah Ayah di surga
Ada segudang cerita…
yang hendak nanda kabarkan.
Tentang Naufal…
yang kecerdasannya setara
atau bahkan melebihi nanda.
Tentang Ghifar...
yang keberaniannya luar biasa
persis seperti nanda dulu.
Tentang Fayza…
yang sudah mulai belajar berdiri

Ayah memang belum diberi Allah kesempatan
untuk melihat kecantikannya,
yang sama persis dengan umminya.
Nanda yakin di surga nanti
kita semua berkumpul

Yah,…
Hari hari ini nanda banyak masalah
Hari hari ini nanda dapat teguran Allah.
Nanda ingin sekali berbagi dengan Ayah.
Nanda ingin seperti Ayah…
yang lidahnya tak pernah kering
dari menyebut asma Allah
Nanda ingin seperti Ayah…
yang wajahnya selalu basah
oleh keceriaan air wudhu
Nanda ingin seperti Ayah…
yang keningnya selalu berkilau
oleh sujud tiada henti
di sepertiga malam.

Yah,…
Nanda diuji lagi oleh Allah.
Kanda Eko nalarnya hilang
Kesabaran nanda hampir hilang
Nanda ingin punya selaksa kesabaran
seperti Ayah


Yah,…
Nanda disayang lagi oleh Allah
Fitnah kecil nanda alami
Ketenangan nanda jauh berkurang
Nanda ingin punya ketenangan
layaknya Ayah

Yah,…
Dimata Allah…
mungkin terlalu banyak dosa nanda
Di telinga Allah…
mungkin terlalu banyak perkataan nanda
yang tidak bijak
untuk itulah nanda selalu bermuhasabah

Robb,…
ampuni kekhilafan hamba
jauhkan kesombongan dari hamba
tunjukkan jalan lurus Mu

Senin, 27 Oktober 2008

SUNGGUH

SUNGGUH

Sungguh,
berapa banyak air mata
yang bisa kukuras
di telaga ampunanMu

Sungguh,
tak ada yang bisa kubayar
selain tangis di sajadah
yang masih bisa kugelar
di sepanjang
selaksa malam ini.

Sungguh,
daun-daun qolbu
terus mengaminkan doa,
yang jatuh
di tiap kelopak jiwa,
sebelum bertemu tanah…
bersimpuh….
Kembali kepadaMu

Sungguh,
jalanMu kutunggu,
ketika diri ditikam
badai kefanaan.

Masihkah dapat kugapai
WajahMu…
walau sejenak ?

TAHAJUDKU

TAHAJUDKU

Ribuan tetes air mata
yang membasahi
hamparan sajadah,
takkan mampu menghapus
jutaan kealpaan
yang senantiasa terabaikan.
Sementara
milyaran maghfirohMU
hanya mampu kami jumput
Dalam nikmatnya
berbelai kasih denganMU
malam ini.
Robb, ampuni kami

TANGISKU

TANGISKU

Tangisku adalah…
langkah kecil
di halaman rumah MU
Sementara….
aku tak berani
mengetuknya
Hanya bolak-balik
Cemas…
Gugup…
Galau.

Robb,…
Ketika angin terbantun,
kristal waktu mengembun,
dan
ombak hati melantun
di celah-celah subuh….
menjamah relung cinta…
dan kasih.
Ya Illahi robbi,…
Aku rindu hadir MU

Minggu, 26 Oktober 2008

SURGA KECIL ITU BERNAMA KELUARGA


SURGA KECIL ITU BERNAMA KELUARGA

Sore itu semburat cahaya jingga belum hendak beranjak, saat langkah kaki menapaki teras rumah. Perlahan membuka pintu yang belum terkunci, berharap orang-orang terkasih di dalam tak terganggu oleh suara butut ‘kijang’ yang sekian lama menemani aktifitas saya. Ternyata kehadiran saya, senantiasa ditunggu oleh Trinil istri tercinta, Naufal, Ghifar, Fayza dan si kecil Aura yang rela berdiam diri di rumah untuk sekedar mendaratkan ciuman hangat mereka. Satu persatu 2 jagoan kecil itu menubruk tubuh lelahku.
Saya terbaring di tempat tidur, dan serta merta anak-anak menyerbu kaki saya untuk melepaskan kaus kaki. Lalu tangan-tangan kecil itu memijat kaki saya, “ Capek Yah?”. Sesaat kemudian tangan mungil mereka beralih ke kening, “ Pusing Yah?”. Memang sih tidak seperti pijatan seorang tukang pijat, tapi sentuhan tangan-tangan malaikat mereka, jauh lebih menentramkan, membasuh peluh, menghalau penat dan mampu membuang lelah.
Giliran istri tercantik datang dengan teh hangatnya, satu kecupan penuh cinta mampir sejenak di keningku, sambil menggendong Aura. Sambutan yang tak pernah absen dilakukannya semenjak hari pertama pernikahan kami. Sambil menunggu air mendidih untuk teman mandi, terucap kalimat yang teramat sering saya dengar, “ Bagaimana hari ini Honey ? Ada Masalah? Berbagilah….” Sesaat kemudian hati, mata, dan kedua telinganya terbuka luas untuk menampung semua keluh sepanjang hari.
Makanan tersaji, anak-anak ikut mengitari hidangan lesehan khas keluarga kami (maklum, emang belum ada meja makan). Sesekali tangan mungil si Opal (panggilan kesayangan saya untuk Naufal) menyeruput teh hangat saya, sementara Boss Geng (julukan untuk Ghifar karena keberaniannya yang luar biasa) ikut merebut nasi saya, dan si Yza hanya terbengong melihat tingkah polah kakak-kakak tersayangnya. Aura hanya tersenyum tanpa makna. Sebenarnya mereka hanya ingin satu kalimat dari saya, “Ya, kita nanti ke alun-alun, naik kuda dan pulangnya beli mobil-mobilan di ‘serba 5000’ setelah Ayah tutup praktek”. Maka bubarlah mereka dan kembali sibuk dengan Lap Top nya (baru aja saya beliin mainan seperti lap top yang edukatif banget).
Adalah suatu kenikmatan tersendiri mendengar suara-suara lucu mereka berteriak mengamini bacaan Al Fatihah saat sholat berjamaah. Biasanya mereka mengikuti bacaan Fatihah maupun surat pendek yang saya baca, lumayan membuat saya terhibur dan tenang berharap mereka lebih menyukai lantunan itu daripada SamSonS yang setiap saat mengalun dari bilik tape tetangga.
Beruntung, langit cerah sekali malam itu sehingga kami berempat bisa bersiap-siap pake Supra X yang masih ngendon di garasi. Ucapan “Assalamu’alaikum” dari 2 jagoan neon dibalas “Wa’alaikum salam” istri tercinta mengiringi keberangkatan kami ke pusat kota Sidoarjo itu. Setelah usai ‘melaksanakan’ permintaan mereka, kitapun beranjak pulang, sementara sang rembulan malu-malu mengikuti langkah kami menuju rumah.
Malam telah larut, saatnya menemani 2 pangeran kecil dan seorang permaisuri itu beristirahat, sementara istri terkasih disibukkan dengan ASI untuk bidadari mungil kami. Biasanya, takkan terpejam mata mereka sebelum dua atau tiga dongeng (yang seringkali saya karang sendiri) saya hantarkan sebagai pengiring tidur keduanya. Akhirnya merekapun pulas dengan wajah penuh senyum.
Selanjutnya, adalah waktu bagi sepasang suami istri untuk berbagi kasih, sayang, cinta, duka, dan gembira. Bercerita apapun sepanjang malam, hingga terangkat semua beban hari ini, hingga terobati semua luka, hingga tersingkirkan kerikil penghambat, hingga kita tahu apa yang menjadi kekurangan kita, hingga kitapun tertidur menapaki malam.
Di penghujung malam, saya sempatkan bangun sejenak untuk wadul pada Illahi Robbi dan berharap Dia menjaga keempat buah hati yang sehari-harinya intensitas pertemuannya dengan saya amat sedikit.
Pagi belum beranjak, ayam jantanpun belum lama berkokok. Kecupan hangat dan seuntai doa mengiringi langkah keluar rumah, setelah sekitar sejam ‘buka warung’ (istilah di kalangan dokter untuk praktek) pagi. Sejuta harap dari dua pangeran kecil serta 2 bidadari mungil agar kembali dengan selamat berjinjing oleh-oleh makanan kecil atau buah kesukaan mereka.
Hidup pun terus berputar. Detik, menit, jam, pagi, siang, sore, malam, terus berputar. Tapi nikmatnya hidup dalam sebuah surga kecil mengalahkan penatnya kehidupan. Baiti Jannati, inilah Surga Kecil bernama keluarga. Di dunia ini, adakah yang lebih indah darinya ?

ISTRIKU CANTIK SEKALI HARI INI


ISTRIKU CANTIK SEKALI HARI INI

Pukul 4.15 menjelang Subuh, alarm di HP membangunkanku. Ia ikut terbangun. Padahal, aku tahu baru pukul 23.30 malam ia bisa tidur setelah berjibaku dengan tugas keibuannya. Kerja rumah tangga, urusan 4 anak-anak kami, masih ditambahin lagi dengan mengurus aku, suaminya.
Aku mandi dan sholat Subuh, setelah kusempatkan baca Al Qur’an 2 – 3 lembar. Selepas itu aku sudah harus stand by di meja praktek yang sebelumnya sudah dibukakan istri tercinta. Setelah ‘buka warung’ sekitar 1 jam, pukul 07.30 aku siap berangkat ke Rumah Sakit. Ah, ada yang tertinggal rupanya. Aku lupa memandangi wajahnya pagi ini, sembari duduk di meja makan, “ Nil, kamu cantik sekali hari ini” kataku memuji dengan tulus.
Ia tersenyum, “ Honey, sudah berapa lama kita menikah?”. Aku tergagap sebentar, melongo. Lho,koq nanya itu, hatiku membatin. Aku berhenti sebentar dan menghitung sudah berapa lama kami bersama, karena perasaanku, baru kemarin aku datang ke rumahnya bersama ayah dan ibu untuk meminangnya.
“ Lho, kan baru kemarin aku datang untuk meminta kamu jadi istriku dan aku nyatakan ‘ aku terima nikahnya dengan mas kawin sebagaimana tersebut tunai” jawabku cuek sembari mengaduk teh hangat rasa cinta dan perhatian darinya. Ia tertawa. Wuih, manis sekali. Mungkin bila teh ini nggak butuh gula, cukuplah aku memandangi wajahnya. “Kita sudah duabelas tahun Honey ” katanya memberikan tas kerjaku. “Aku berangkat ya, Assalmu’alaikum “ kataku bergeming dari kalimat terakhir yang ia ajukan. Aku tergesa. “Wa’alaikum salam, hati-hati di jalan”. Sebenarnya, aku ingin ngobrol terus, tapi setumpuk berkas sudah menantiku di Rumah Sakit.
Aku di jalan bersama sejumlah perasaan. Ada sesuatu yang hilang. Mungkin benar kata grup musik DEWA, separuh nafasku hilang saat dia tidak bersamaku. Kembali wajahnya menguntit pikiranku. Hmm, cantiknya istriku. Sayang waktu tak berpihak kepadaku untuk lebih lama menikmatinya.
Sekilas ketika tatapanku melongok keluar dari jendela kijang bututku, kupandangi tumbuhan, bangunan dan manusia yang berantakan dan tidak beraturan, menyelinap rimbunnya dedaunan kehidupan duabelas tahun silam. Ketika Majelis Taklim menyentuh dan menanamkan ke hati untuk menyempurnakan dien. Bahwa Allah akan memberikan pertolongan. Bahwa rejeki akan datang walau tak selembarpun kerja kugeluti saat itu selain menjadi ‘dokter jaga’ dari satu klinik ke klinik lain. Bahwa tak masalah menerapkan prinsip 3 K (Kuliah, Kerja, Kawin).
Sungguh, kala itu kupikir hanya wanita bodoh saja yang mau aku nikahi. Kuliah belum selesai, kerja nggak punya, apalagi perusahaan. Tanpa deposito dan orangtua yang mapan. Subhanalloh, nekad sekali wanita satu ini. Mau saja diajak berkelana tanpa bekal yang cukup di tangan. Ibarat mengarungi lautan, kami hanya punya sampan, sejumput tekad untuk menyempurnakan dien dan setangkup keyakinan bahwa Allah akan bersama kami. Di mata manusia memang sesuatu yang kalkulatif dan tidak menjadi jaminan, tapi tidak di mata Allah. Sesuatu yang terpikir oleh rasio dan sel-sel otak kita, tidak selamanya menjadi kenyataan, termasuk ketakutan dan kecemasan. Sungguh, it doesn’t make a sense bila berpikir bagaimana sampan bisa dikayuh.
Ternyata memang bisa. Kutarik segepok udara untuk mengisi paru-paru. Kurasakan syukur yang mendalam. Walau tanpa kerja dan orangtua mapan, sampanku terus berlabuh. Bahkan kini aku bisa sedikit menabung untuk persiapan anak-anakku kelak.
Ternyata memang benar, Allah akan menjamin rejeki seseorang yang sudah menikah. Allah akan memberikan rejeki dari arah yang tidak terduga, wayar zuk hum min haitsu laa yah tasibu kata At Thalaq ayat 3. Walaupun tetap semua janji itu muncul dengan sunnatulloh, kerja keras. Dan kerja keras terasa nikmat dengan doa dan dampingan seorang wanita yang rela dan ikhlas menjadi istriku, serta 2 jagoan dan 2 bidadari yang mengisi hari-hariku.
Semakin hari berganti, semakin hari pula aku merasakan betapa berharganya istriku. Di pelupuk mata dan hatiku, dia tidak hanya cantik tapi lebih dari itu. Dia mampu menjadi bahan bakar bagiku untuk bisa selalu di jalan Nya. Aku selalu rapuh menerjemahkan rasa cintaku. Aku hanya mampu berkata “ I love you more than you know”. Tapi ketika energi perhatian harus diberikan, saat itu pula ia lenyap, tenggelam oleh kelelahan dan kantuk.
Aku berpikir, kerja keras merupakan aplikasi efektif sebuah cinta. Aku tak pernah berpikir itu akan menguras dan menyedot energi perhatian dan cinta.. Aku kadang lupa kalau dia membutuhkan lebih dari sekedar kerja keras. Aku sering lupa mencium kening dan mengusap kepalanya ketika berangkat kerja. Aku sering tidak bersungguh-sungguh menatapnya saat ia bicara. Aku tidak mengerti mengapa tumpukan text book lebih menarik syaraf mataku ketimbang indah retinanya. Aku juga tidak mengerti kenapa aku lebih betah berjam-jam ngobrol dengan orang lain daripada mendengarkan celotehannya.
Aku tahu dia kecewa. Untunglah dia bijak. Kekecewaan itu tak pernah membesar. Bahkan seulas senyum selalu menyelinap dibalik penat dan kelelahannya. Aku akan selalu ingat kata-katanya bahwa perhatian kecil yang diberikan pada saat yang tepat akan menumbuhkan cinta yang besar. Nil, kamu cantik sekali hari ini dan akan selalu cantik dimataku. Tak terasa tangan ini bergerak menulis sebait puisi untuknya.

Istriku bukan Khadijah,
yang selalu ada saat Rosul membutuhkan.
Tapi dia hanyalah istri akhir masa
dengan segudang langkah,
yang selalu ingin di samping suami.
Istriku bukan Aisyah,
yang selalu hadir dengan sejuta senyum
dibibir manisnya.
Tapi dia hanyalah istri akhir jaman
dengan sebersit kecemberutan,
yang selalu ingin ceria di depan suami.
Istriku bukan Hafsah,
yang selalu tegas dalam bersikap.
Tapi dia hanyalah istri akhir masa
dengan setumpuk keraguan,
yang selalu ingin tanpa kebimbangan
di hadapan suami.
Istriku bukan Zainab,
yang sodaqohnya melebihi hartanya.
Tapi dia hanyalah istri akhir jaman
dengan secuil rasa pelit,
yang selalu ingin dermawan
dalam menjalani hidupnya.
Istriku bukan Ummu Salamah,
yang memberi ketenangan saat Rosul gelisah.
Tapi dia hanyalah istri akhir masa
dengan selaksa kegalauan,
yang selalu ingin menjadi
telaga kesejukan untuk suami.
Istriku bukan Rahmah,
yang selalu gusar
dengan berbagai kesyirikan.
Tapi dia hanyalah istri akhir jaman
dengan beribu godaan,
yang selalu ingin
memegang teguh ketauhidannya

Kamis, 23 Oktober 2008

KEMANA LANGKAH DOKTER

KEMANA LANGKAH DOKTER, BIDAN, DAN PERAWAT LULUSAN PTM ?
Seorang Pimpinan Balai Pengobatan (BP) Muhammadiyah di Jawa Timur menghubungi Penulis untuk menanyakan apakah ada stok Dokter untuk mengisi kekosongan tenaga medis di BP nya. Sementara di saat yang hampir bersamaan, seorang kolega Dokter yang baru saja lulus dari Perguruan Tinggi Muhammadiyah meminta Penulis untuk dicarikan pekerjaan. Eureka…benar-benar sesuatu yang kontradiktif !! Ironis !!
Melihat fenomena diatas, ada beberapa hal yang perlu dicermati. Dalam konteks ini, bisa diambil benang merah penyebab kejadian itu. Apa itu? Adanya kesenjangan informasi antara kebutuhan dan lowongan. Kenapa hal itu terjadi? Karena tidak adanya database kebutuhan tenaga medis dan paramedis yang dimiliki masing-masing Amal Usaha Muhammadiyah di bidang Kesehatan (AUM Kes) dan di sisi lain, tidak adanya database lulusan FK (Fakultas Kedokteran), AKBID, AKPER, STIKES Perguruan Tinggi Muhammadiyah atau Pendidikan Tenaga Kesehatan PTM (selanjutnya disebut Diknakes PTM) yang ‘butuh’ pekerjaan. Kenapa hal itu terjadi? Karena tidak adanya sinkronisasi database yang dimiliki antara Majelis Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat (MKKM) dan Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (DIKTI-LITBANG). Kenapa hal itu terjadi? Karena tidak adanya keserasian program kedua Majelis tersebut. Kenapa hal itu terjadi? Karena tidak adanya silaturahim institusi kedua Majelis tersebut. Kenapa…kenapa…kenapa?
Coba kita urai mbundelnya simpul kejadian diatas. Sampai saat ini, belum ada satupun Rumah Sakit Muhammadiyah/Aisyiyah di lingkungan Persyarikatan Muhamadiyah yang menjadi Rumah Sakit Pendidikan bagi Fakultas Kedokteran dan institusi pendidikan kesehatan lainnya di lingkungan PTM. Sampai saat ini pula, belum ada satupun PTM yang memiliki Rumah Sakit sendiri sebagai lahan praktek maupun lahan kerja lulusannya. Padahal di Indonesia, ada sekitar 100 an RSM, 200 an BP/RB/BKIA, serta 164 PTM. Coba kita bayangkan…betapa indahnya bila RSM yang ada, diisi oleh kader-kader Muhammadiyah sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Betapa indahnya pula jika tenaga medis-paramedis lulusan Diknakes PTM tidak ‘menjajakan diri’ kesana kemari demi mendapatkan sebuah pekerjaan, tapi bisa langsung berkiprah di AUM Kes. Untuk itu diperlukan hubungan yang harmonis (bukan berarti selama ini tidak harmonis) antara kedua Majelis tersebut dalam bentuk Kerjasama. Seperti apa kerjasamanya?
• Menjadikan AUM Kes (RSM) sebagai bagian dari Program Pendidikan (kurikulum) Diknakes PTM dengan menjadikannya sebagai Rumah Sakit Pendidikan.
• Sebelum lulus, mahasiswa diwajibkan magang selama beberapa waktu di AUM Kes.
• Lulusan Diknekes PTM diwajibkan menempuh Program Wajib Kerja semacam PTT (Pegawai Tidak Tetap) di AUM Kes selama kurun waktu tertentu.
• AUM Kes menerima mahasiswa magang Diknakes PTM
• AUM Kes memprioritaskan penerimaan lulusan Diknakes PTM
Dengan kerjasama itu tentu ada konsekuensi bagi AUM Kes maupun Diknakes PTM. Dari sisi AUM Kes, MKKM punya kewajiban untuk menunjuk dan membina AUM Kes (RSM) serta mendorong untuk menjadi RS Pendidikan. Disamping itu MKKM juga harus mendorong AUM Kes untuk ikut aktif membantu pengembangan dan kemajuan pendidikan Dokter, Bidan, dan Perawat di Diknakes PTM. Di sisi yang lain Majelis Dikti-litbang berkewajiban membina FK dan institusi pendidikan kesehatan lainnya di lingkungan Diknakes PTM agar dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas, profesional, Islami, dan punya komitmen yang tinggi terhadap persyarikatan. Di samping juga mendorong untuk membantu AUM Kes dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Setelah kerjasama itu terjalin tentu ada tindak lanjutnya. Dalam bentuk apa? Masing-masing majelis mendapatkan laporan perkembangan dan kemajuan dari masing-masing pihak terkait dengan keberadaan mahasiswa magang maupun lulusan Diknakes PTM yang sudah di AUM Kes, tentu untuk dijadikan bahan evaluasi. Jika hasilnya kurang baik, bukan berarti kerjasama ini dihentikan tapi kedua pihak harus mencari solusi dari ketidak optimalan kerjasama tersebut.
Dengan adanya kerjasama kedua majelis tersebut, diharapakan tidak ada lagi AUM Kes yang kesulitan mencari tenaga medis-paramedis, dan tidak ada lagi Dokter, Bidan, maupun Perawat lulusan Diknakes PTM yang mondar-mandir kesana kemari mencari pekerjaan. So, judul diatas sudah mendapatkan jawaban yang kita semua sudah tahu. Ayo, bersyarikat kita bisa !!